Cooperative Learning



Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)


        Pembelajaran Kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, sebelumnya, pembelajaran ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran. Lebih daripada itu, pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran. (Slavin, 2005).

             Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok heterogen. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. (Rusman, 2011). Selain itu, Tom V. Savage (1987:217) juga mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya akan lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru. Dengan demikian, pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) dinyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
            Adapun karakteristik pembelajaran kooperatif antara lain adalah: 1) Pembelajaran secara tim. 2) Didasarkan pada manajemen kooperatif. 3) Kemauan untuk bekerja sama. 4) Keterampilan bekerja sama. Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu: 1) Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. 2) Perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar, karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. 3) Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi (Sanjaya, 2006; Rusman, 2011).
Ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dan ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda. 4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu. (Rusman, 2011).
Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Prinsip ketergantungan positif. 2) Tanggung jawab perseorangan. 3) Interaksi tatap muka. 4) Partisipasi dan komunikasi. 5) Evaluasi proses kelompok. Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran kooperatif, yaitu pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, selanjutnya siswa dikelompokkan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72) mengemukakan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif. Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif ini antara lain yaitu: 1) Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. 2) Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa. 3) Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat. 4) Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya. 5) Siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya. 6) Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya. Sedangkan kekurangan model pembelajaran kooperatif, antara lain adalah: 1) Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. 2) Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok. 3) Bisa terjadi kesalahan kelompok.
            Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif dapat diaplikasikan untuk semua jenis kelas, termasuk kelas-kelas khusus untuk anak-anak berbakat, kelas kecerdasan “rata-rata”, dan khususnya sangat diperlukan dalam kelas heterogen dengan berbagai tingkat kemampuan. Pembelajaran kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran, bukannya menjadi masalah. Karena sekolah bergerak dari sistem pengelompokan berdasarkan kemampuan menuju pengelompokan yang lebih heterogen, pembelajaran kooperatif menjadi semakin penting. Lebih jauh lagi, pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan yang sangat besar untuk mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik yang berbeda dan antara siswa-siswa pendidikan khusus terbelakang secara akademik dengan teman sekelas mereka, hal ini jelas melengkapi alasan pentingnya untuk menggunakan pembelajaran kooperatif dalam kelas-kelas yang berbeda.
Referensi
Slavin, Robert E. (2005). Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Share this:

JOIN CONVERSATION

4 comments: